Monday 13 April 2015

PERBEDAAN MADZHAB DAN SEBAB - SEBABNYA



A.      Latar Belakang
Perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan dalam kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Ia merupakan sunnatullah yang berlaku sepanjang masa. Termasuk yang tidak bisa dielakkan adalah perbedaan pendapat sekalipun dalam masalah pemahaman atau penafsiran hukum-hukum agama. Karena perbedaan pendapat merupakan sebuah keniscayaan, maka hal tersebut tidak perlu disesali dan menjadi sebab kita berpecah belah dan bercerai-berai. Perbedaan harus ‘disyukuri’ dan merupakan rahmat bagi umat islam. Tentu saja jika perbedaan itu disikapi dengan dewasa, arif dan bijak serta menghindari truth claim sepihak, merasa paling benar sendiri dan tidak mau berdialog.
Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.[1]


B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari perbedaan (ikhtilaf) mazhab ?
2.      Dimana saja tempat terjadinya khilafiyah ?
3.      Apa saja yang menyebabkan terjadinya perbedaan mazhab ?

C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dari perbedaan (ikhtilaf).
2.      Untuk mengetahui tempat terjadinya perbedaan (ikhtilaf).
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan mazhab.



PEMBAHASAN

    Definisi Perbedaan Mazhab
Perbedaan dalam bahasa arab adalah ikhtilaf. Dalam istilah fiqhiyah, ikhtilaf  ialah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan suatu ketentuan hukum tertentu. Dengan demikian perbedaan mazhab adalah perselisihan paham atau pendapat para imam mazhab sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan suatu ketentuan hukum tertentu.

    Tempat-tempat terjadinya Khilafiyah
Karena sumber-sumber hukum (islam) pada masa sahabat sepeninggal Nabi SAW adalah al-Qur’an, al-sunnah, dan ijtihad sahabat (termasuk : Qiyas, Ra’yu, dan Ijma’ sahabat), dalam buku Genealogi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam Abbas Arfan mengkelompokannya dalam tiga katagori yaitu[2] :
1.         Al-Qur’an, penyebabnya adalah sebagai berikut :
a.       Adanya kontradisi antara sesama nash-nash al-qur’an dan adanya upaya mereka untuk mencegah perentangan itu.
b.      Perbedaan dalam memahami ayat-ayat global.
c.       Sebagian sahabat terkonsentrasi dengan zahirnya teks atau nash (tekstual), sedangkan yang lainnya lebih terhadap makna yang bermaksud kontekstual.
d.      Sahabat berhenti pada zahirnya nash-nash umum dan tidak menemukan ataumenganggap nash lain sebagai pengtakhshish-nya, sedangkan yang lain menemukannya.
e.       Perbedaan pendapat dalam memahami suatu struktur kalimat dalam nash-nash al-Qur’an yang memiliki dua aspek pengertian.

2.         Al.Sunnah, seperti diungkapkan oleh waliyullah al-Dahlawi.
a.       Sampainya suatu hadist (hukum atau fatwa) kepada sebagian sahabat, sedangkan yang lain tidak, maka ia akan berijtihad dengan ra’yunya.
b.      Mereka sama-sama melihat Nabi SAW (Hadist Fi’liyah), namun sebagian mereka menggap perbuatan Nabi SAW itu sebagai qurbah atau kesunnahan dan sebagian yang lain hanya mubah.
c.       Karena lalai atau lupa akan sunnah yang didengar atau dilihatnya.
d.      Perbedaan persepsi antara antara mereka dalam memahami perkataan-perkataan Nabi SAW (Sunnah Qauliyah).
e.       Perbedaan dalam menentukan ‘illat hukum suatu sunnah.
f.       Perbedaan pemahaman dalam menyikapi beberapa sunah yang saling kontradiksi.

3.         Ijtihad
Sebab-sebab perbedaan pendapat yang melalui pintu ijtihad dengan ra’yu ini tidak bias dilepaskan dari perbedaan yang ada antara mereka berbagai hal termasuk ra’yunya atau pandangan intelektualnya yang sangat dipengaruhi oleh akal, kepribadian, keluarga, dan lingkungannya.
Sebagai perbandingan kami cantumkan kutipan dari buku perbandingan madzhab bapak Ali Trigiyatno M.Ag Tempat-tempat terjadinya khilafiyah yang lebih ringkas agar muda dipahami, yaitu :
a.       Ayat-ayat al-Qur’an yang petunjuknya tidak pasti atau zhanni ad-dalalah. Sedangkan ayat-ayat yang sudah pasti dan jelas maknanya bukan lading terjadinya masalah khilafiyah.
b.      Hadist-hadist Nabi saw yang jumlahnya ratusan ribu, ada yang zhanni, baik zhanni wurud (dugaan terkait penisbahannya dengan Nabi) maupun zhanni dalalah (petunjuknya masih bersifat dugaan).
c.       Peristiwa-peristiwa yang belum ada petunjuk langsung dari al-Qur’an dan as-Sunnah juga menjadi ladang yang subur bagi terjadinya perbedaan pendapat. Seperti hukum bunga bank, asuransi, bursa efek, zakat profesi dll.[3]

Ketiga faktor tersebut merupakan jaminan mereka untuk berbeda pendapat dan fatwa, namun jika fatwa mereka benar mereka akan mendapat dua pahala, akan tetapi jika mereka salah, akan mendapatkan satu pahala. Tentu saja ini hanya boleh dilakukan oleh mereka yang berkompeten dan capable untuk itu.

     Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan Madzhab
1.         Faktor internal
a.       Karena kedudukan suatu hadis
Suatu hadis yang diterima seorang imam bisa ditanggapi secara beragam. Ada menyakininya lalu mengamalkannya, ada juga yang meragukannya dan tidak mengamalkannya.
b.      Karena tidak sampainya suatu riwayat
Adanya riwayat yg banyak jumlahnya tidak selalu diketahui oleh imam-imam. Dengan bahasa lain perbendaharaan hadis antara satu dengan lainnya tidaklah sama.
c.       Berbeda dalam mengartikan kata-kata nash
Dalam bahasa Arab ada kata-kata yang disebut musytarak, yakni suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Disamping itu, ada kata dengan arti majazi dan hakiki yang dalam menentukan makna yang dimaksud membuka peluang untuk berbeda pendapat.
d.      Perbedaan penggunaan kaidah-kaidah ushul dan kaidah fiqhiyah
Ada imam yang menggunakan istihsan dan ada yang tidak. Demikian juga dalam penggunaan ijma’ ahlu madinah, qiyas, maslahat mursalah, istishab, fatwa sahabat dan lain-lain. Lafadz amr (suruhan) oleh sebagian dipahami sebagai perintah wajib, dan oleh sebagian dipahami sebagai sunah, dan terkadang dipahami dengan makna lain. Demikian pula makna nahy (larangan) ada yang memahaminya dalam arti haram, ada yang makruh dan mungkin dengan makna lain.[4]
e.       Perbedaan metode para ulama dalam menghadapi dalil-dalil yang secara tekstual bertentangan (Ta’arud).[5]

Disamping itu, ada juga pendapat dari Muhammad ‘Awwamah yang mengatakan bahwa ada empat hal yang menyebabkan adanya perbedaan dalam penggunaan hadist, yaitu :
a.       Syarat suatu hadist dapat diamalkan
Dari syarat yang pertama terdapat empat persoalan yang menimbulkan perbedaan pendapat, dua diantaranya berkaitan dengan sanad dan dua yang lain berkaitan dengan matan :
1)      Perbedaan dalam menentukan syarat-syarat untuk hadis yang dinilai shahih.
2)      Apakah hadis harus shahih untuk diamalkan?
3)      Penetapan redaksinya sebagai benar-benar berasal dari Nabi SAW.
4)      Penetapan kebenaran redaksi hadist itu dari segi tata bahasa arab[6].

b.      Perbedaan dalam memahami hadist Nabi
Disebabkan dalam tiga hal, yaitu :
1)      Perbedaan persepsi karena kapasitas intelektual dan ilmu para ulama.
2)      Adanya hadist yang lafadny mengandung makna lebih dari satu[7].
3)      Perbedaan ulama dalam menyelesaikan ta’arudh (pertentangan dalil) antara hadis yang satu dengan yang lain.

c.       Perbedaan para ulama dalam hal penguasaan as-sunnah
Sudah dimaklumi bersama bahwa koleksi hadis berjumlah ratusan ribu yang tersebar di berbagai tempat dan daerah, sehingga tidak mungkin apabila seorang imam dikatakan telah mengetahui dan menguasai seluruh perbendaharaan yang ada.
               
d.      Perbedaan mengenai kedudukan Nabi SAW
Sebagaimana dimaklumi, Rasulullah disamping sebagai utusan Allah juga sebagai manusia biasa. Terkadang ulama berbeda pendapat dalam menyikapi sikap maupun perbuatan Nabi. Apakah dalam kapasitas sebagai Rasul yang menetapkan tasyri’ atau sebagai kepala negara atau sebagai individu biasa.

2.         Faktor Eksternal
a.       Berbeda dalam perbendaharaan hadis.
Jumlah hadist yang ribuan bahkan ratusan ribu yang tersebar seiring dengan tersebarnya para sahabat ke berbagai kota-kota besar kala itu[8], membuat tidak samanya perbendaharaan dan penguasaan hadis di kalangan imam-imam mujtahid yang akhirnya akan menghasilkan sejumlah perbedaan dalam berfatwa.
b.      Di antara ulama, ada yang kurangnya memperhatikan situasi pada saat Nabi bersabda.
Terkadang apa yang disabdakan Nabi berlaku umum atau untuk orang tertentu saja. Dan apakah perintah tersebut bersifat untuk selamanya atau sementara.
c.       Di antara ulama, kurang memperhatikan dan mempelajari, bagaimana caranya Nabi menjawab suatu pertanyaan.
d.      Di antara ulama, banyak yang terpengaruh oleh pendapat yang diterimanya dari pemuka-pemuka dan ulama-ulama sebelumnya dengan ucapan “Telah terjadi ijma”.
e.       Di antara ulama, ada yang berpandangan yang terlalu berlebihan terhadap amaliyah-amaliyah yang disunnahkan.
f.       Berbeda dalam bidang politik
Adanya faksi-faksi yang mempengaruhi perbedaan pendapat dalam masalah hukum islam. Misalnya golongan Khawarij, Syi’ah, Ahlussunah wal Jamaah dan Muktazilah masing-masing mempunyai falsafah dan pandangan hidup sendiri[9].

Sedangkan Menurut Sa’id Musthafa al-Khin, dalam kitabnya Atsar al-ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Ushuliyah fi Ikhtilaf al-Fuqaha’ sebab-sebab perbedaan pendapat dalam masalah furu’ yang terpenting adalah:
1.      Adanya perbedaan dalam hal qira’at.
2.      Tidak sampainya suatu hadis kepada seorang imam dalam sebagian masalah.
3.      Ragu-ragu tentang kedudukan/ke-sahih-an suatu hadis.
4.      Berbeda dalam pemahaman dan penafsiran suatu teks.
5.      Adanya lafadz yang musytarak atau mengandung makna lebih dari satu.
6.      Adanya ta’arudh al-adillah atau  pertentangan antar dalil.
7.      Tidak didapatinya suatu nash dalam sebuah permasalahan.
8.      Berbeda dalam menentukan qawa’id ushuliyah.[10]


Sebagai penyebab terjadi Ikhtilaf, patut juga dikemukakan pendapat Dr. Yusuf Qardawi. Menurut Dr. Yusuf Qardawi, bahwa bentuk Ikhtilaf ada dua, yakni:
1.      Ikhtilaf yang disebabkan oleh faktor akhlak diantaranya :
a.       Membanggakan diri dan mengagumi pendapatnya sendiri.
b.      Buruk sangka kepada orang lain dan mudah menuduh orang lain tanpa bukti.
c.       Egoisme dan mengikuti hawa nafsu dan diantara akibatnya ambisi terhadap kedudukan.
d.      Fanatik kepada pendapat orang lain, madzhab dan golongan.Fanatik kepada negeri, daerah, partai, jemaah atau pemimpin.
e.       Ikhtilaf yang timbul karena perangai yang tercela ini adalah perselisihan yang tidak terpuji, bahkan masuk dalam kategori perpecahan.

2.      Ikhtilaf yang timbul karena perbedaan sudut pandang mengenai suatu masalah, baik masalah ilmiyah, seperti perbedaan pandangan mengenai penilaian terhadap sebagian ilmu pengetahuan, ilmu kalam, ilmu tasawuf, mantiq, filsafat dan lainnya.[11]

Ikhtilaf  yang terkait dengan pemikiran disebabkan oleh perbedaan sudut pandang, kapasitas keilmuan dan perbedaan dalammenentukan mana yang lebih maslahat dan kurang maslahat.
Termasuk khilafiah fikriah adalah di bidang siyasi (politik), tasawuf, kalam, aqidah. Namun yang paling kentara dan  besar adalah adanya khilafiah dalam hal cabang-cabang fiqh  dan cabang aqidah yang tidak didasarkan pada dalil yang qoth’i.



Ikhtilaf dalam persoalan fiqh mencakup :
1.      Adanya keragaman dalam pemahaman suatu teks dan bagaimana mengistinbathkan ketika tidak terdapat nash.
2.      Adanya pihak yang cenderung literal dan pihak yang cenderung kepada ra’yu.
3.      Ada yang cenderung mempersulit dan ada yang cenderung memperlonggar.
4.      Ada yang mewajibkan taqlid ada yang melarang taqlid, dan ada yang bersikap tengah-tengah, melarang taqlid bagi ulama dan membolehkan taqlid bagi orang awam.[12]




DAFTAR PUSTAKA

‘Awwamah, Muhammad.  Atsar al-hadis asy-Syarif fi Ikhtilaf ‘Aimmah al-Fuqaha; alih bahasa A Zarkasy Humaidy. Melacak Akar Perbedaan Madzhab.  Cet. 1. Bandung: Pustaka Hidayah. 1997.
Hasan, M. Ali. Perbandingan Madzhab. Cet.III.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 1997.
Trigiyatno, Ali. Perbandingan Madzhab. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press. 2005.


[1] Ali Trigiyatno, Perbandingan Madzhab, Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2005, hal.26-27.
[3] Ali Trigiyatno, Op Cit., hlm.30
[4] Ibid, hlm. 31.
[5] Muhammad Awwamah, Atsar al-hadis asy-Syarif fi Ikhtilaf ‘Aimmah al-Fuqaha; alih bahasa A Zarkasy Humaidy, Melacak Akar Perbedaan Madzhab, Cet. 1, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, hlm. 71.
[6] Ibid,, hlm. 23.
[7] Ibid, hlm. 59.
[8] Ali Trigiyatno, Op Cit., hlm. 33.
[9] M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab, Cet.III, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997),hlm. 118-120.
[10] Ali Trigiyatno, Op Cit., hlm. 35.
[11] M. Ali Hasan, Op Cit, hlm. 131-132.
[12]Ali Trigiyatno, Op Cit., hlm. 36.